Abu Hamid al-Ghazali mengatakan:
فَإِنَْهَا إِذَا كَانَتْ سَلِيْطَةً بَذِيْئَةَ اللِّسَانِ سَيَّةَ الْخُلُقِ كَافِرَةً لِلنِّعَمِ كَانَ الضَّرَرُ مِنْهَا أَكْثَرُ مِنَ النَّفْعُ وَالصَّبْرُ عَلَى لِسَانِ النِّسَاءِ مِمَّا يُمْتَحَنُ بِهِ الْأَوْلِيَاءُ
“Jika isteri itu lisannya pedas, kosa katanya jelek, buruk perangainya dan suka lupa kebaikan suami, dampak buruk menikahinya itu lebih besar dibandingkan manfaatnya. Bersabar menghadapi jeleknya lisan perempuan adalah ujian yang jamak dirasakan oleh para kekasih Allah.” (Ihya’ Ulumuddin 2/44, Dar al-Fikr)
Tidak semua orang itu mendapatkan bahagia dengan berumah tangga.
Salah pilih pasangan sehingga mendapatkan yang jelek akhlak dan perangai menyebabkan menikah lebih menderita dibandingkan sebelum menikah.
Jangan jadikan menikah itu segalanya dalam hidup ini.
Yang paling “bengkok” dari perempuan adalah lisan dan kata-katanya.
Para kekasih Allah, lelaki yang paling baik adalah orang yang paling semangat berbuat baik isterinya.
Karenanya ketika lisan isteri sedang “bengkok” sering kali para kekasih Allah ini lebih memilih untuk diam dari pada melayani isteri pedas menusuk kata-katanya.
Karena mengalah itu bukan berarti kalah.
Semoga Allah Ta’ala memberikan kebahagiaan hidup berumah tangga untuk semua orang yang membaca dan menshare pesan ini.
Penulis: Ustadz Aris Munandar, S.S., M.P.I.